Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI melalui komisi hukum menyatakan dukungannya terhadap upaya penyitaan dana judi online (judol) yang mencapai Rp 187,2 triliun. Dana yang diduga mengalir ke perbankan, e-wallet, dan operator seluler itu dinilai harus segera dikembalikan ke kas negara.
PKS juga mendorong Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk bertindak cepat dalam menelusuri dan menyita aliran dana tersebut. Dukungan ini disampaikan oleh anggota Komisi III DPR RI, Habib Aboe Bakar Al-Habsyi, dalam pernyataan resminya di Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Belajar dari Kasus BLBI
Habib Aboe, yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PKS, menyoroti pentingnya pembelajaran dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam menangani aliran dana judol slot Thailand di lembaga keuangan. Ia menekankan perlunya penanganan yang akuntabel agar dana yang berasal dari aktivitas ilegal tersebut dapat segera diselamatkan.
“Kasus BLBI mengajarkan kita bahwa transparansi dan akuntabilitas adalah kunci. Kita tidak boleh mengulangi kesalahan yang sama dalam menangani aliran dana judol,” tegas Habib Aboe.
Dorongan kepada Presiden Prabowo Subianto
Selain itu, Habib Aboe mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan instruksi langsung kepada Kejagung dan BPK guna menyita dana tersebut. Ia menyebutkan bahwa penyitaan dana secara langsung, tanpa menunggu proses pengadilan, merupakan solusi yang cepat dan efektif.
“Penyitaan dana judol di perbankan, e-wallet, dan operator seluler melalui kerja sama antara Kejagung dan BPK adalah langkah tepat untuk menyelamatkan keuangan negara,” ujarnya.
Efek Jera bagi Pelaku
Habib Aboe juga menegaskan bahwa penyitaan dana dari aktivitas judol tidak hanya bertujuan untuk memulihkan keuangan negara, tetapi juga memberikan efek jera kepada lembaga-lembaga yang terlibat, termasuk perbankan, e-wallet, dan operator seluler yang terkoneksi dengan merchant judi online.
Ia mengingatkan bahwa pelaku transaksi judi online dapat dijerat dengan hukuman berat. Berdasarkan Pasal 27 Ayat (2) dan Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pelaku dapat dihukum penjara hingga enam tahun dan dikenai denda maksimal Rp 1 miliar. Selain itu, Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara atau denda sebesar Rp 25 juta.
“Bank, e-wallet, dan operator seluler yang terlibat dapat kehilangan dana hasil transaksi judol yang dianggap sebagai hak pemerintah,” kata Habib Aboe.
Risiko Sistemik dalam Sistem Pembayaran
Habib Aboe menyebut aktivitas judi online sebagai “wabah serius” yang berisiko menimbulkan gangguan sistemik pada sistem pembayaran di Indonesia. Ia menyoroti bahwa setiap rupiah dari transaksi judi online memberikan keuntungan kepada pihak-pihak tertentu, seperti perbankan, e-wallet, operator seluler, dan lembaga non-bank lainnya.
“Judi online tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga menciptakan ketimpangan dalam sistem pembayaran kita. Ada yang menikmati keuntungan besar dari aktivitas ini, dan itu harus dihentikan,” tegasnya.
Harapan untuk Penegakan Hukum
Melalui penyitaan dana judol, PKS berharap pemerintah dan lembaga penegak hukum dapat menunjukkan komitmen yang kuat dalam memberantas aktivitas ilegal ini. Langkah ini diharapkan tidak hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga menciptakan ekosistem keuangan yang lebih bersih dan transparan.
“Ini adalah ujian besar bagi pemerintah dan penegakan hukum kita. Jangan sampai ada celah yang membuat pelaku kejahatan ini merasa aman,” pungkas Habib Aboe.
Kasus judi online yang melibatkan dana hingga ratusan triliun rupiah ini menjadi perhatian besar publik. Langkah cepat dan tegas dari pemerintah diharapkan dapat memulihkan keuangan negara dan memberikan efek jera kepada semua pihak yang terlibat.