Jakarta – Simpanan masyarakat di bank mengalami perlambatan pertumbuhan per Oktober 2024, mencakup giro, tabungan, dan simpanan berjangka. Data Bank Indonesia mencatat total simpanan masyarakat mencapai Rp 8.460 triliun, dengan pertumbuhan tahunan (year on year/yoy) sebesar 6 persen, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 6,7 persen.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai perlambatan ini disebabkan oleh pergeseran minat masyarakat ke instrumen investasi yang lebih menarik, khususnya Surat Utang Negara (SUN).
“Melambatnya simpanan berjangka, menurut saya, karena masyarakat beralih ke SUN yang menawarkan suku bunga menarik dan aman karena dijamin oleh pemerintah,” ungkap Nailul Huda kepada Kumparan, Senin (25/11).
Peningkatan Minat pada SUN
Tren investasi di SUN semakin meningkat. Pada lelang SUN 12 November 2024, pemerintah berhasil menyerap dana sebesar Rp 22 triliun, sesuai dengan target indikatif. Capaian ini lebih tinggi dibandingkan lelang sebelumnya pada 29 Oktober 2024, yang hanya mencapai Rp 18,85 triliun.
Minat investor terhadap SUN juga terlihat dari nilai penawaran yang masuk. Pada lelang 12 November, total penawaran mencapai Rp 37,39 triliun, meningkat signifikan dari lelang sebelumnya yang mencatat Rp 29,58 triliun.
Menurut Huda, peningkatan minat pada SUN dipengaruhi oleh suku bunga yang lebih kompetitif dibandingkan simpanan bank serta reputasi SUN sebagai instrumen investasi yang aman. Selain itu, ketidakpastian di pasar saham membuat masyarakat cenderung memilih instrumen yang stabil.
Dampak pada Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang melambat berdampak pada Dana Pihak Ketiga (DPK) di bank, yang terdiri dari giro, tabungan, dan deposito dalam mata uang rupiah maupun valas. Nailul Huda mengaitkan fenomena ini dengan penurunan daya beli masyarakat, khususnya di kelas menengah ke bawah.
“Masyarakat kelas menengah yang turun kelas menjadi salah satu penyebab utama. Indikatornya adalah penurunan jumlah tabungan, terutama pada kategori menengah bawah,” ujar Huda.
Ia juga mencatat bahwa banyak masyarakat kini menggunakan tabungan mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebuah fenomena yang ia istilahkan sebagai ‘mantab’ (makan tabungan). Tren ini diperburuk oleh maraknya penggunaan layanan pinjaman daring dan paylater.
“Pendapatan masyarakat yang terdampak penurunan daya beli menyebabkan peningkatan fenomena ‘mantab’ dan penggunaan paylater untuk kebutuhan harian,” tambah Huda.
Pergeseran Prioritas Keuangan
Fenomena ini mencerminkan pergeseran prioritas keuangan masyarakat di tengah tantangan ekonomi. Dengan daya tarik SUN yang meningkat, bank diharapkan menyesuaikan strategi mereka untuk tetap kompetitif dalam menarik simpanan masyarakat.
Sementara itu, pemerintah terus mendorong pertumbuhan investasi di SUN sebagai langkah untuk mendukung pembiayaan negara dan meningkatkan stabilitas ekonomi. (***)