Kekacauan kian memburuk di Haiti setelah runtuhnya pemerintahan negara tersebut, dengan geng-geng bersenjata kini menguasai sebagian besar wilayah ibu kota, Port-au-Prince. Situasi ini memicu krisis kemanusiaan dan keamanan berskala besar, dengan ribuan korban jiwa serta eksodus warga sipil yang terus meningkat.
Haiti Dikuasai Geng Bersenjata, Ibu Kota Terancam Jatuh Sepenuhnya

Dilansir dari The Economist, koalisi geng terbesar di Haiti bernama Viv Ansanm, yang berarti “Hidup Bersama”, kini telah menguasai lebih dari 85 persen wilayah Port-au-Prince. Setiap hari, baku tembak antara geng, polisi, dan warga sipil terjadi tanpa henti, menciptakan suasana mencekam di jantung negara Karibia tersebut.
“Ini adalah bencana yang tidak dapat dipertahankan. Kita bisa kehilangan Port-au-Prince kapan saja,” kata Claude Joseph, mantan perdana menteri Haiti.
Kekuasaan geng tak hanya terbatas pada wilayah darat. Mereka juga telah mengepung kantor Digicel, operator seluler utama Haiti, yang merupakan tulang punggung komunikasi internet di negara itu.
“Jika Digicel mati, negara akan gelap,” kata seorang pakar keamanan, menyoroti betapa vitalnya infrastruktur tersebut dalam menjaga kehidupan masyarakat sehari-hari.
Dalam laporan yang mengejutkan, geng-geng bersenjata di Haiti bahkan telah menggunakan layanan internet satelit Starlink milik Elon Musk untuk mengorganisasi pergerakan mereka, memperkuat jaringan komunikasi, dan mengendalikan akses ke pelabuhan-pelabuhan penting di negara itu.
Data dari PBB menyebutkan bahwa lebih dari 1.000 orang tewas dalam dua bulan terakhir, yakni Februari dan Maret 2025. Sementara itu, 60.000 warga mengungsi, menambah jumlah total pengungsi internal yang kini mencapai 1 juta orang, atau hampir 10 persen dari total populasi Haiti.
“Negara ini telah menjadi perusahaan kriminal. Ini adalah dunia barat yang liar,” ujar seorang pejabat asing menggambarkan situasi yang terjadi.
Kondisi kehidupan publik praktis lumpuh. Sebagian besar sekolah tutup, pelayanan kesehatan nyaris tidak berfungsi, dan penyakit kolera kembali menyebar di tengah keterbatasan akses terhadap air bersih dan fasilitas medis.
Sebagai respons, Amerika Serikat pada 2 Mei lalu secara resmi menetapkan Viv Ansanm dan organisasi serupa sebagai kelompok teroris. Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda stabilisasi atau intervensi militer internasional yang konkret.
Krisis di Haiti menjadi perhatian global karena mencerminkan kegagalan negara dalam mempertahankan fungsi-fungsi dasar pemerintahan, serta membuktikan bagaimana kekosongan kekuasaan dapat dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok kriminal bersenjata. (***)