Menu

Beranda/Internasional/Perang Dagang Makin Panas, China Gunakan ‘Senjata Langka’ untuk Serang Industri AS

Perang Dagang Makin Panas, China Gunakan ‘Senjata Langka’ untuk Serang Industri AS

(Diperbarui: 16 April 2025)
SW
Sandika Wijaya
Rusdimedia.com
Perang Dagang Makin Panas China Gunakan Senjata Langka untuk Serang Industri AS 1_11zon

Foto: Xie Huanchi/Xinhua News Agency/Getty Images

Dalam babak terbaru perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, pemerintah China kembali menggunakan strategi non-konvensional yang dinilai sangat efektif: kendali atas ekspor rare earth atau logam tanah jarang, komponen penting dalam teknologi canggih mulai dari ponsel pintar hingga jet tempur.

Langkah ini dinilai sebagai pukulan telak bagi industri Amerika Serikat yang selama ini sangat tergantung pada pasokan bahan mentah dari Negeri Tirai Bambu.

Langkah Balasan Atas Tarif Trump

Dikutip dari edition.cnn.com, kebijakan pembatasan ekspor ini diumumkan pada 4 April, sebagai balasan terhadap tarif impor 34% yang dikenakan pemerintahan Donald Trump terhadap produk China. Kini, tujuh jenis logam tanah jarang, termasuk produk turunannya seperti magnet, tak lagi bisa diekspor bebas tanpa izin resmi dari pemerintah Beijing.

“Ini menunjukkan bagaimana China mampu menggunakan kekuatan ekonomi secara strategis dan tepat sasaran untuk menyerang industri Amerika di titik paling lemah,” ujar Prof. Justin Wolfers, pakar kebijakan publik dari Universitas Michigan.

Ketergantungan Amerika Terbongkar

Logam tanah jarang—kelompok 17 unsur yang sangat penting dalam pembuatan baterai kendaraan listrik, turbin angin, dan senjata militer—selama ini memang menjadi ‘senjata diam-diam’ Tiongkok. Meski unsur-unsur ini juga ditemukan di negara lain, proses ekstraksi dan pemurniannya sangat mahal dan mencemari lingkungan.

Menurut International Energy Agency, China hanya menyumbang 61% produksi tambang global, tetapi menguasai 92% kapasitas pemrosesan. Angka ini menjelaskan mengapa pembatasan ekspor ini langsung berdampak pada rantai pasok global.

Pengiriman Dihentikan, Industri AS Kebingungan

Setelah aturan diberlakukan, beberapa pengiriman magnet tanah jarang ke perusahaan-perusahaan di Amerika dan Eropa langsung dihentikan. John Ormerod, pendiri JOC—a konsultan magnet—menyebut setidaknya lima perusahaan besar terkena imbasnya.

“Banyak yang terkejut. Mereka kebingungan soal persyaratan untuk dapat izin ekspor,” katanya.

CEO USA Rare Earth, Joshua Ballard, menyebut bahwa aturan baru ini sangat fokus pada heavy rare earth, logam tanah jarang jenis berat yang 98% produksinya dikendalikan China.

“Kita nggak punya banyak stok cadangan di AS. Ini langkah terbaik dari China karena mereka tahu mereka nggak bisa balas tarif, tapi mereka punya pengaruh besar di sini,” ujarnya.

Krisis atau Kesempatan?

Di tengah tekanan, ada juga peluang. Pemerintah AS, melalui Departemen Pertahanan, sejak 2020 telah menggelontorkan lebih dari US$439 juta untuk membangun rantai pasok domestik logam tanah jarang.

Nicholas Myers, CEO perusahaan pemrosesan Phoenix Tailings yang berbasis di Massachusetts, menyebut pihaknya berhasil mengembangkan teknologi pemurnian tanpa limbah dan emisi.

“Kami proses semua di dalam negeri, tanpa bergantung pada China,” ujarnya.

Dengan produksi awal 40 ton per tahun, perusahaan ini menargetkan peningkatan menjadi 400 ton melalui pabrik baru di New Hampshire.

Mengejar Ketertinggalan Puluhan Tahun

China memulai langkah awalnya dalam industri ini sejak 1950-an dan mulai berkembang pesat pada akhir 1970-an. Kombinasi biaya tenaga kerja rendah, standar lingkungan yang longgar, serta adopsi teknologi dari luar negeri menjadi kunci sukses.

“Sebagian besar teknologi awalnya dikembangkan di AS, Jepang, atau Eropa. Tapi China menyempurnakannya,” jelas Stan Trout dari Spontaneous Materials.

Pernyataan Deng Xiaoping pada 1992 bahwa “Kalau Timur Tengah punya minyak, China punya rare earth” kini menjadi kenyataan. Dominasi China tidak hanya karena bahan bakunya, tetapi juga karena investasinya dalam teknologi, R&D, dan otomatisasi.

Rantai Pasok Global Dalam Ancaman

Langkah ini bukan kali pertama China menggunakan kendali industri sebagai senjata politik. Tahun 2010, Beijing menghentikan ekspor ke Jepang selama hampir dua bulan karena sengketa teritorial. Di akhir 2023, larangan ekspor teknologi pemisahan logam tanah jarang juga diberlakukan.

Thomas Kruemmer dari Ginger International menyebut bahwa larangan ini mencakup tak hanya bahan mentah, tapi juga paduan logam dan produk jadi dengan kandungan minimal unsur tersebut.

“Hampir semua ekspor kini masuk sistem lisensi baru,” katanya.

Perusahaan AS Bergerak Cepat

USA Rare Earth membangun pabrik magnet di Texas yang ditargetkan memproduksi 5.000 ton per tahun. Perusahaan ini juga memiliki deposit rare earth di Texas Barat yang kaya akan logam berat—termasuk semua yang masuk dalam daftar ekspor terbatas China.

Namun, proses ekstraksi masih jadi tantangan besar.

“Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana kita bisa mempercepat ini semua?” kata Ballard.

Penutup: Balapan Teknologi yang Makin Kritis

Dengan skenario global yang makin panas, dominasi China dalam rantai pasok logam tanah jarang kini menjadi titik kritis dalam persaingan teknologi global. Amerika Serikat harus berpacu dengan waktu untuk membangun kembali kemampuan domestiknya yang hilang selama puluhan tahun.

Sementara itu, sinyal dari Beijing jelas: China siap menggunakan keunggulan industrinya sebagai kartu truf dalam menghadapi tekanan Barat.

“Ketergantungan impor dan rapuhnya rantai pasok berpotensi mengancam keamanan nasional, stabilitas harga, dan ketahanan ekonomi AS,” tegas Donald Trump dalam pernyataan eksekutif terbarunya.

Bagaimana reaksi Anda?

Tinggalkan Komentar