Artis Nana Mirdad mengungkapkan kekesalannya terhadap sistem penagihan layanan paylater dari salah satu perusahaan ojek online ternama di Indonesia. Melalui unggahan Instagram Stories, ia menceritakan pengalamannya yang merasa terus-menerus dihubungi pihak penagih meskipun telah melunasi tagihan sesuai tenggat waktu.
Dapat ‘Teror’ dari Penagih Paylater, Nana Mirdad Curhat

#image_title
Dalam potongan pesan yang dibagikan, Nana mengaku menerima serangkaian pesan penagihan pada tanggal jatuh tempo, yakni 1 Mei 2025. Ia bahkan telah membayar denda keterlambatan selama satu hari sebesar Rp50.000. Namun, pesan penagihan terus berdatangan hingga sore hari.
“Tagihan buat tanggal 1 tapi tanggal 1 sudah selalu ditelfon tidak ada habisnya kaya kita udah terlambat bayar seminggu. Setelah dibayar pun sudah dikenakan biaya keterlambatan 1 hari sebanyak Rp50 ribu… tetep aja di WA begini,” curhat Nana, dikutip pada Senin (5/5/2025).
Ia menambahkan, pengalaman tersebut membuatnya merasa seperti ditagih oleh pinjaman online (pinjol). Nana bahkan mengkhawatirkan dampak jangka panjang dari sistem penagihan yang dianggap tidak profesional terhadap catatan kredit nasabah.
“Akhirnya baru tau dari kalian kalo ini memang adalah bentuk pinjol legal dan bahayanya mereka legal jadi betul-betul punya link untuk bikin data kita jelek di BI (Biro Informasi Kredit). Bayangin nggak kalau yang nagih modelannya begini… sistem penagihan yang nggak betul, dan orang-orang debt collector yang nggak profesional jadi merusak semuanya. Never again,” tulisnya.
Tak hanya itu, pada Sabtu pagi (3/5/2025), Nana kembali mengunggah potongan percakapan dengan pihak penagih yang rupanya sudah dihapus. Ia menyayangkan tindakan tersebut dan menyebut layanan paylater tersebut “tidak aman”.
“Berasa ditagih pinjol. Lalu semuanya di delete pagi ini. Jangan terlena paylater, ternyata kaya pinjol memang. Orang-orangnya yang menagih tidak kompeten tapi punya kuasa bikin credit record kita jelek. Super nggak aman,” pungkasnya.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak penyedia layanan paylater yang dimaksud. Namun keluhan ini memicu diskusi warganet soal transparansi dan etika dalam proses penagihan oleh layanan finansial digital di Indonesia. (***)