Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa hingga Maret 2025, sebanyak 14.117 rekening bank telah diblokir karena diduga terlibat dalam aktivitas judi online (judol). Angka ini mengalami peningkatan signifikan dari jumlah sebelumnya, yakni 10.016 rekening.
OJK Blokir 14.117 Rekening Terkait Judi Online Hingga Maret 2025

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya serius otoritas dalam memberantas praktik judi online yang dinilai berdampak negatif terhadap perekonomian nasional dan stabilitas sektor keuangan.
“Terkait pemberantasan judi online yang berdampak buas pada perekonomian dan sektor keuangan, OJK telah meminta bank melakukan pemblokiran terhadap kurang lebih 14.117 rekening,” kata Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK yang digelar secara virtual pada Jumat (9/5).
Dian menegaskan bahwa kebijakan pemblokiran dilakukan berdasarkan data dan laporan yang diterima OJK dari Kementerian Komunikasi dan Digital. Setiap rekening yang terindikasi terlibat akan ditindaklanjuti melalui prosedur identifikasi dan investigasi yang ketat.
“Kami melakukan pengembangan tindak lanjut atas laporan tersebut dengan meminta perbankan menutup rekening yang memiliki kesesuaian dengan nomor identitas kependudukan, serta melakukan enhanced due diligence,” lanjutnya.
Peningkatan Signifikan Sejak Akhir 2024
Langkah pemblokiran rekening yang terindikasi judi online sejatinya bukan hal baru. Pada Maret 2024, OJK juga telah memerintahkan pemblokiran terhadap 8.618 rekening bank. Jumlah ini meningkat dari 8.500 rekening yang tercatat hingga akhir November 2024.
Peningkatan signifikan ini mencerminkan eskalasi praktik judi online di Indonesia yang semakin mengkhawatirkan. OJK pun berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk instansi penegak hukum, guna menekan ruang gerak transaksi keuangan ilegal melalui sistem perbankan.
Peran Perbankan Semakin Sentral
Dalam memberantas judi online, perbankan menjadi salah satu ujung tombak pelaksana kebijakan. Bank diminta untuk tidak hanya patuh pada instruksi pemblokiran, tetapi juga proaktif dalam mengidentifikasi rekening mencurigakan yang memiliki aktivitas tidak wajar.
OJK menekankan bahwa bank wajib menjalankan prinsip kehati-hatian serta menerapkan sistem pemantauan transaksi yang efektif. Identitas nasabah juga harus diverifikasi secara menyeluruh agar tidak dimanfaatkan oleh oknum untuk aktivitas melanggar hukum. (***)