Harapan ribuan calon jamaah haji yang mendaftar melalui jalur furoda atau non-kuota dipastikan kandas. Hingga batas akhir penerbitan visa, Kerajaan Arab Saudi tidak mengeluarkan satu pun visa furoda untuk musim haji 2025. Akibatnya, ribuan jamaah yang telah tiba di Tanah Suci terpaksa batal menunaikan ibadah haji.
Gagal Berangkat Meski di Tanah Suci, Visa Haji Furoda Jadi Polemik Nasional

Kepastian ini disampaikan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, yang menyatakan bahwa proses pemvisaan telah ditutup pada 26 Mei 2025 pukul 13.50 waktu Arab Saudi.
“Saya sudah mendapat konfirmasi dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi bahwa proses pemvisaan sudah tutup,” ujar Hilman, Kamis (29/5/2025).
Jalur Furoda: Di Luar Kuota Resmi, Risiko Ditanggung Jamaah dan Travel
Visa furoda atau visa mujamalah merupakan visa undangan khusus dari pemerintah Arab Saudi yang tidak termasuk dalam kuota resmi haji Indonesia. Artinya, seluruh proses administrasi, termasuk keberangkatan, sangat bergantung pada kebijakan otoritas Saudi.
Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa penerbitan visa furoda sepenuhnya menjadi wewenang Arab Saudi, bukan pemerintah Indonesia.
“Iya, kami lagi menunggu (keputusan) Saudi. Itu kan di luar kewenangan kami,” jelasnya.
Ketua Komisi Nasional Haji, Mustolih Siradj, menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kegagalan keberangkatan para jamaah furoda. Ia menekankan, jalur ini adalah murni hubungan bisnis antara jamaah dan travel.
“Visa haji furoda belum juga diterbitkan oleh otoritas Arab Saudi sampai batas akhir pelayanan. Ini bukan tanggung jawab pemerintah karena berada di luar kuota resmi,” katanya, Jumat (30/5/2025), dikutip dari Antaranews.
Sesuai UU Nomor 8 Tahun 2019, pemerintah hanya bertanggung jawab atas kuota resmi haji: 98% untuk haji reguler dan 2% untuk haji khusus.
Dorongan Aturan Khusus dan Perlindungan Hukum bagi Furoda
Mustolih menyoroti minimnya regulasi dan transparansi dalam penyelenggaraan haji furoda. Ia mendorong segera disusunnya mekanisme hukum dan standar pelayanan agar jamaah tidak kembali dirugikan secara sosial dan finansial.
“Pengaturan lebih lanjut tentang mekanisme, syarat, dan standar pelayanan haji furoda perlu segera dirumuskan agar ada kepastian hukum dan perlindungan bagi jemaah,” tegasnya.
Opsi Solusi: Daftar Ulang ke Haji Khusus dan Revisi UU
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) menyarankan agar para jamaah yang gagal berangkat melalui jalur furoda segera mengalihkan pendaftaran ke haji khusus melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).
“PIHK sebaiknya menyarankan kepada jemaah untuk beralih mendaftar haji khusus,” bunyi edaran resmi AMPHURI, Kamis (29/5/2025).
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mendorong Kemenag dan otoritas imigrasi melakukan diplomasi lebih intensif dengan pemerintah Saudi agar kasus serupa tidak kembali terjadi.
Ia juga mengusulkan revisi terhadap UU Nomor 8 Tahun 2019, agar jalur haji mandiri seperti furoda mendapat perlindungan hukum di Indonesia.
“Komisi VIII sedang membahas opsi membuka jalur haji dan umrah mandiri agar dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya.
Kegagalan pemberangkatan jamaah furoda tahun ini menjadi peringatan keras akan lemahnya pengawasan dan regulasi terhadap penyelenggaraan haji non-kuota. Dengan ribuan calon jamaah yang terkatung-katung, diperlukan langkah hukum, diplomasi, dan kebijakan cepat agar kejadian ini tidak terulang di masa mendatang. (***)