Bank Indonesia (BI) mencatat arus modal asing keluar dari pasar keuangan domestik mencapai Rp 4,25 triliun dalam periode 17-20 Maret 2025. Fenomena ini terjadi di tengah pelemahan nilai tukar rupiah dan tekanan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), yang sempat mengalami penurunan signifikan hingga perdagangan dihentikan sementara.
Modal Asing Mencapai Rp 4,25 Triliun Keluar dari Pasar Keuangan Domestik, Rupiah dan IHSG Tertekan

Pada akhir perdagangan Kamis (20/3), rupiah ditutup di level Rp 16.470 per dolar AS. Namun, pada Jumat pagi (21/3), mata uang nasional kembali melemah, dibuka di level Rp 16.480 per dolar AS. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 16,50 poin atau 0,11 persen ke level Rp 16.501 per dolar AS pada akhir perdagangan Jumat.
Tidak hanya rupiah, IHSG juga mengalami koreksi selama sepekan perdagangan 17-21 Maret 2025. Indeks tersebut turun 3,95 persen ke level 6.258,179 dari posisi 6.515,631 pada pekan sebelumnya. Pelemahan ini mencerminkan sentimen negatif yang melanda pasar keuangan domestik.
Artikel Terkait:
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan resminya pada Sabtu (22/3), menyatakan, “Rupiah ditutup pada level (bid) Rp 16.470 per dolar AS. Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun naik ke 7,08 persen. Indeks dolar AS (DXY) menguat ke level 103,85. Yield UST (US Treasury) Note 10 tahun turun ke 4,237 persen.”
BI melaporkan bahwa selama periode 17-20 Maret 2025, investor asing melakukan penjualan bersih (neto) senilai Rp 4,25 triliun. Rinciannya, penjualan bersih terjadi di pasar saham sebesar Rp 4,78 triliun dan di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp 0,67 triliun. Sementara itu, di pasar Surat Berharga Negara (SBN), masih tercatat pembelian bersih sebesar Rp 1,20 triliun.
Secara kumulatif, sepanjang tahun 2025 hingga 20 Maret, investor asing mencatatkan penjualan bersih di pasar saham sebesar Rp 28,10 triliun. Di sisi lain, mereka melakukan pembelian bersih di pasar SBN senilai Rp 23,87 triliun dan di SRBI sebesar Rp 8,58 triliun. Hal ini menunjukkan preferensi investor asing terhadap instrumen pendapatan tetap di tengah ketidakpastian pasar saham.
“Selama tahun 2025, berdasarkan data setelmen sampai 20 Maret 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 28,10 triliun di pasar saham, beli neto Rp 23,87 triliun di pasar SBN, dan Rp 8,58 triliun di SRBI,” jelas Ramdan.
Selain itu, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun naik menjadi 88,51 basis poin (bps) pada 20 Maret 2025, dibandingkan 81,20 bps pada 14 Maret 2025. Peningkatan ini mencerminkan persepsi risiko terhadap pasar keuangan domestik yang cenderung meningkat.
Menghadapi dinamika ini, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait guna menjaga stabilitas ekonomi nasional. BI juga berupaya mengoptimalkan bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal Indonesia di tengah gejolak pasar keuangan global.
“Kami akan terus memantau perkembangan pasar dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan stabilitas ekonomi nasional,” tegas Ramdan.
Dengan kondisi pasar yang masih fluktuatif, investor diharapkan tetap waspada dan mempertimbangkan risiko yang mungkin timbul dalam jangka pendek. Sementara itu, upaya BI dan pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi akan menjadi kunci dalam memulihkan kepercayaan pasar. (***)