Beranda/Internasional/Polisi Israel Larang Liputan di RS Soroka Pasca-Serangan Iran

Polisi Israel Larang Liputan di RS Soroka Pasca-Serangan Iran

(Diperbarui: 21 Juni 2025)
SW
Ghallaby Zasy
Rusdimedia.com
Polisi Israel Larang Liputan di RS Soroka Pasca-Serangan Iran

Polisi Israel melarang jurnalis meliput dan mengambil gambar di Pusat Medis Soroka, Beersheba, setelah rumah sakit tersebut mengalami kerusakan serius akibat serangan rudal Iran pada Kamis (19/6). Larangan ini diklaim diberlakukan demi alasan keamanan nasional, di tengah meningkatnya ketegangan militer antara Israel dan Iran.

Ad Loading...

Menurut laporan The Times of Israel, aparat kepolisian sempat terlibat konfrontasi dengan seorang juru kamera di lokasi dan bahkan mencoba menyita perlengkapan kerja wartawan. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh jurnalis bersangkutan.

Langkah pengamanan ini dilakukan setelah saluran berita Al Jazeera, yang telah dilarang beroperasi di Israel sejak Mei 2024, diketahui menayangkan gambar dari lokasi yang terdampak serangan. Pihak kepolisian khawatir dokumentasi visual bisa mengungkap titik-titik strategis yang mungkin kembali menjadi sasaran.

“Unit Kepolisian Israel dikirim untuk menghentikan siaran, termasuk dari kantor berita yang menyiarkan konten Al Jazeera secara ilegal,” bunyi pernyataan resmi kepolisian.

Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, yang mengunjungi RS Soroka, menegaskan adanya penyitaan alat kerja jurnalis. “Kebijakan kami jelas. Al Jazeera adalah ancaman bagi keamanan negara,” tegasnya.

Sementara itu, Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) mengklaim bahwa serangan mereka menyasar lokasi militer dan intelijen Israel di sekitar rumah sakit. Klaim ini dibantah oleh militer Israel yang menyatakan tidak ada instalasi militer di kawasan tersebut. Namun, verifikasi independen dari BBC membenarkan bahwa kompleks RS Soroka terkena dampak langsung dari rudal Iran.

Kebijakan pembatasan terhadap media ini menuai sorotan dari kalangan pegiat kebebasan pers. Sejumlah wartawan melaporkan mengalami intimidasi dan penyitaan alat kerja oleh aparat keamanan. Banyak pihak menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk sensor terhadap pemberitaan internasional yang semakin menguat di bawah kepemimpinan Ben-Gvir dan Menteri Komunikasi Shlomo Karhi.

Sumber internal menyebutkan bahwa Ben-Gvir bahkan telah memerintahkan badan keamanan Shin Bet dan kepolisian untuk memperketat pengawasan terhadap media asing maupun warga sipil yang dianggap mendukung atau menyambut positif serangan Iran.

“Tidak akan ada toleransi terhadap perayaan atau ekspresi kegembiraan atas serangan terhadap Israel,” ujar Ben-Gvir dalam pernyataan terpisah pekan ini.

Konflik memanas setelah Israel meluncurkan serangan balasan ke fasilitas militer dan nuklir Iran pada Jumat (13/6). Sebagai respon, Teheran menembakkan puluhan rudal ke berbagai wilayah Israel, termasuk area sipil.

Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dalam kunjungan ke RS Soroka bahkan mengeluarkan pernyataan kontroversial, “Ayatollah Ali Khamenei tidak boleh dibiarkan hidup,” katanya, menyiratkan eskalasi konflik ke level personal.

Menurut laporan otoritas Iran, rangkaian eskalasi yang terjadi dalam sepekan terakhir telah menewaskan 639 orang dan melukai lebih dari 1.300 lainnya di pihak Iran. Sementara Israel melaporkan 24 korban jiwa akibat rentetan serangan tersebut.

Langkah pengetatan terhadap media dan narasi publik oleh pemerintah Israel ini semakin menambah sorotan dunia terhadap kebebasan informasi di wilayah konflik, di tengah eskalasi yang belum menunjukkan tanda mereda. (***)

Ad Loading...

Bagaimana reaksi Anda?

Tinggalkan Komentar

Ad Loading...