Sifilis atau yang lebih dikenal sebagai “raja singa”, bukanlah penyakit yang hanya menyerang kelompok tertentu. Penyakit ini ternyata memiliki aspek penularan yang lebih kompleks dari sekadar perilaku seksual berisiko, dan dapat menginfeksi siapa saja—termasuk mereka yang tidak aktif secara seksual.
Waspada Sifilis: Penyakit Menular Seksual yang Bisa Menyerang Siapa Saja

Sifilis merupakan salah satu jenis Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum. Infeksi ini biasanya ditandai dengan munculnya luka tidak nyeri di area genital, rektum, atau mulut pada tahap awal. Namun, gejala bisa berbeda-beda tergantung pada fase penyakit yang dialami.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, sepanjang tahun 2024 tercatat sebanyak 23.347 kasus sifilis di Indonesia. Angka ini menunjukkan bahwa penyakit ini masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.
Dalam unggahan edukatif di akun resmi Instagram Kementerian Kesehatan pada Sabtu (14/6/2025), masyarakat diingatkan bahwa sifilis tidak memandang latar belakang atau perilaku. “Sifilis gak pilih-pilih. Yang gak ‘nakal’ pun bisa kena. Karena itu, jangan cuma jaga image. Jaga kesehatanmu juga,” tulis Kemenkes.
Tahapan Sifilis dan Gejalanya:
- Sifilis Primer
Ditandai dengan luka kecil (chancre) yang muncul antara 10 hingga 90 hari setelah terpapar bakteri. Luka ini sering kali tidak terasa sakit sehingga kerap tidak disadari. - Sifilis Sekunder
Setelah luka awal menghilang, pasien dapat mengalami ruam di telapak tangan dan kaki. Ruam ini muncul beberapa minggu setelah infeksi primer. - Sifilis Laten
Pada tahap ini, infeksi tidak menunjukkan gejala apa pun, meski bakteri tetap aktif di dalam tubuh. Tahap laten dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan tetap berisiko menularkan kepada orang lain. - Sifilis Tersier
Tahap paling parah yang bisa muncul 10 hingga 30 tahun setelah infeksi awal. Jika tidak ditangani, dapat menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam, termasuk otak, jantung, dan sistem saraf.
Meskipun sifilis sering diasosiasikan dengan perilaku seksual berisiko—seperti berganti pasangan, hubungan tanpa pengaman, atau orientasi tertentu—Kemenkes menekankan bahwa siapa pun tetap berisiko tertular. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk rutin melakukan skrining IMS, menerapkan perilaku seksual sehat, dan tidak mengabaikan gejala awal meskipun tampak ringan.
Pemeriksaan dan pengobatan dini menjadi kunci utama dalam mengendalikan penyebaran sifilis. Dengan penanganan tepat dan cepat, infeksi ini bisa disembuhkan sepenuhnya dan mencegah komplikasi jangka panjang.
Pemerintah juga mengajak masyarakat untuk menghilangkan stigma terhadap penderita sifilis dan penyakit menular seksual lainnya, agar tidak menghambat upaya pencegahan dan pengobatan yang efektif. (***)