Tragedi kematian Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila), kembali menyulut kemarahan publik setelah muncul fakta baru yang mengungkap praktik kekerasan ekstrem dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mapala Mahepel.
Mahasiswa Unila Tewas Usai Diksar Mapala, Diduga Dipaksa Minum Spiritus oleh Senior

Korban diduga dipaksa meminum cairan spiritus oleh seniornya, selain mengalami kekerasan fisik selama mengikuti Diksar. Informasi ini diungkap oleh Icen Amsterly, kuasa hukum keluarga korban, saat memberikan keterangan kepada awak media di Mapolda Lampung, Kamis (5/6/2025).
“Iya benar, berdasarkan keterangan lima rekan korban yang juga mengalami kekerasan, bahwa korban ini dipaksa meminum cairan spiritus,” ujar Icen, seperti dilansir detikSumbagsel.
Menurutnya, dari enam mahasiswa yang mengikuti kegiatan tersebut, hanya Pratama yang mengalami perlakuan paling ekstrem.
“Iya, hanya dia (Pratama) yang dipaksa minum spiritus,” tambahnya.
Pihak keluarga korban pada hari yang sama juga menyerahkan sejumlah bukti tambahan kepada penyidik sebagai bagian dari upaya untuk mengungkap seluruh fakta dalam kasus ini.
“Ada yang kami bawa (bukti). Ini akan kami serahkan ke penyidik,” ungkap Icen.
Desakan Penegakan Hukum dan Reformasi Organisasi Mahasiswa
Kasus ini menambah daftar panjang kekerasan dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan, khususnya dalam pelatihan pencinta alam, yang kerap menelan korban jiwa. Tragedi ini kembali memunculkan tuntutan dari masyarakat agar aparat penegak hukum dan pihak kampus bertindak tegas, serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pola pelatihan dan budaya kekerasan dalam organisasi mahasiswa.
Hingga berita ini diturunkan, penyidikan oleh Polda Lampung masih berlangsung, dan belum ada keterangan resmi terkait penetapan tersangka. Pihak Universitas Lampung juga belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait langkah disipliner terhadap organisasi kemahasiswaan yang terlibat.
Publik berharap kasus ini menjadi momentum untuk mengakhiri praktik kekerasan berkedok pelatihan mental di lingkungan kampus, dan menuntut pertanggungjawaban hukum yang seadil-adilnya bagi para pelaku. (***)