Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Cahya Hardianto Harefa, menyampaikan usulan agar pemerintah menaikkan gaji kepala daerah guna mencegah praktik korupsi. Hal ini disampaikannya dalam diskusi media bertajuk “Praktik Baik Penugasan Penjabat (Pj) Kepala Daerah dari KPK” yang digelar di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/6).
Sekjen KPK Usulkan Kenaikan Gaji Kepala Daerah untuk Cegah Korupsi

Menurut Cahya, gaji kepala daerah saat ini relatif rendah, yakni sekitar Rp5,9 juta per bulan, meski disertai dengan berbagai tunjangan resmi lainnya. Namun, total penghasilan tersebut dinilainya belum memadai jika dibandingkan dengan tanggung jawab dan godaan yang dihadapi para pejabat.
“Kalau gajinya sedikit, misalnya itu kan kira-kira Rp5,9 juta, memang ada tambahan-tambahan lain yang sah, tetapi itu pun total sepertinya tidak akan cukup dengan godaan-godaan yang ada maupun kesulitan dan anggaran yang sedikit,” ujar Cahya.
Ia juga menyoroti motivasi di balik minat sebagian orang menjadi kepala daerah. Dengan penghasilan resmi yang tergolong kecil, menurutnya, ada indikasi ketertarikan tersebut dilandasi faktor lain yang patut dicermati.
“Kita juga lihat, kenapa sih orang mau tertarik jadi kepala daerah? Pasti ada sesuatu yang lainnya. Kalau penghasilannya hanya segitu, kenapa dia tertarik? Ini kan jadi suatu keanehan,” tambahnya.
Cahya menegaskan bahwa isu ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah pusat. Selain menyangkut kesejahteraan pejabat publik, sistem pemilihan yang masih memakan biaya tinggi turut memperbesar potensi korupsi.
“Ini memang PR bagi pemerintah pusat untuk memikirkan bagaimana soal fasilitas dan gaji kepala daerah, juga proses pemilihannya. Karena kalau biaya politik masih tinggi, itu akan menjadi problem terus,” tegasnya.
KPK, kata Cahya, melalui pendekatan pencegahan telah menyusun sejumlah kajian terkait isu ini. Ia juga mendorong agar wacana pembiayaan partai politik dari negara kembali digalakkan, seperti usulan lama yang pernah diajukan KPK.
“Kami dari KPK pun dari pencegahan sudah buat kajiannya. Mohon tolong juga didorong terus, misalnya contoh yang per suara Rp10 ribu, yang dulu kita dorong untuk pembiayaan parpol,” pungkasnya.
Pernyataan ini menambah sorotan terhadap pentingnya reformasi struktural dalam tata kelola pemerintahan daerah, termasuk dari sisi insentif pejabat publik dan sistem politik yang lebih sehat. (***)