Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis terhadap tiga terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih ringan dibandingkan tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
Vonis Tiga Terdakwa Korupsi APD Kemenkes Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

Ketiga terdakwa adalah mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes Budi Sylvana, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI) Satrio Wibowo, dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM) Ahmad Taufik.
Dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis (5/6), Ketua Majelis Hakim Syofia Marlianti Tambunan menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider dua bulan kurungan kepada Budi Sylvana. Budi dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 16 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Ahmad Taufik divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider empat bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 224,18 miliar, dan apabila tidak dibayar digantikan dengan empat tahun kurungan.
Terdakwa lainnya, Satrio Wibowo, dijatuhi hukuman 11 tahun dan 6 bulan penjara, denda Rp 1 miliar subsider empat bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp 59,98 miliar subsider tiga tahun kurungan.
Hakim menyatakan Ahmad Taufik dan Satrio Wibowo terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam dakwaan, jaksa menyebut para terdakwa terlibat dalam pengadaan fiktif dan pencairan dana untuk APD tanpa prosedur yang sah, termasuk negosiasi dan penandatanganan pembelian tanpa surat pesanan. Mereka disebut menerima pinjaman dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebesar Rp 10 miliar dan pembayaran Rp 711 miliar untuk 1.010.000 set APD merek BOH0 tanpa dokumen pendukung yang memadai.
Kasus ini menjadi salah satu contoh besar dari penyalahgunaan dana penanggulangan pandemi yang seharusnya digunakan untuk kepentingan keselamatan publik. Majelis hakim menekankan pentingnya akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran darurat negara. (***)