Pemerintah Indonesia secara resmi mengajukan tempe ke dalam daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan UNESCO. Langkah ini ditempuh sebagai bagian dari komitmen menjaga dan melestarikan tradisi kuliner yang telah melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia selama berabad-abad.
Indonesia Ajukan Tempe sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO

Pengajuan dilakukan oleh Kementerian Kebudayaan dan disampaikan kepada badan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Delegasi Tetap Republik Indonesia di Paris sebelum batas waktu 31 Maret 2025.
Lebih dari Sekadar Makanan
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa pengakuan internasional bukan menjadi satu-satunya tujuan dari pengajuan ini. “Masuknya Budaya Tempe dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO akan semakin memperkuat tempe sebagai warisan budaya yang harus dijaga, sekaligus mendorong kesadaran global akan nilai budaya, manfaat gizi dan kesehatan, serta keberlanjutannya,” ujar Fadli, dikutip dari Antara, Minggu (6/4).
Menurutnya, tempe tidak hanya berperan sebagai bahan pangan pokok, tetapi juga merepresentasikan pengetahuan lokal, kearifan budaya, dan teknologi fermentasi tradisional yang terus diwariskan antargenerasi.
Sejarah panjang tempe turut memperkuat landasan pengajuan ini. Kata “tempe” sendiri tercatat dalam naskah Jawa kuno Serat Centhini yang berasal dari abad ke-19, yang menggambarkan kehidupan masyarakat Jawa pada abad ke-16.
Mak Yong dan Jaranan Menyusul
Selain tempe, Indonesia juga mengajukan dua elemen budaya lain ke UNESCO, yakni Teater Mak Yong dan kesenian Jaranan. Untuk Teater Mak Yong, Indonesia mengajukan sebagai ekstensi dari Mak Yong Malaysia, yang telah diakui UNESCO sejak 2008.
Seni pertunjukan ini telah menyebar ke Indonesia, khususnya ke wilayah Kepulauan Riau, sejak abad ke-19. Menurut Fadli Zon, langkah ini juga menjadi bentuk kerja sama budaya antara Indonesia dan Malaysia.
“Kami berharap kerja sama dengan Malaysia akan semakin erat, sehingga upaya pelindungan dan pengembangan Mak Yong dapat terus berkelanjutan,” ujar Fadli.
Sementara itu, seni Jaranan diajukan bersama negara Suriname, yang memiliki komunitas diaspora Jawa dengan warisan budaya yang masih kuat. Usulan bersama ini dinilai dapat memperkuat relasi budaya dan sejarah kedua negara yang memiliki keterkaitan erat sejak masa kolonial.
Proses Panjang dan Kolaboratif
Pengajuan nominasi ke UNESCO dilakukan melalui proses panjang dan melibatkan berbagai pihak, mulai dari komunitas budaya, akademisi, hingga pemerintah daerah. Penyusunan dokumen nominasi mencakup kajian literatur, survei lapangan, wawancara, serta dokumentasi mendalam yang difasilitasi oleh Kementerian Kebudayaan.
Seluruh dokumen telah disiapkan sesuai standar UNESCO dan saat ini tengah menunggu evaluasi dari badan penilai internasional.
Ke depan, Indonesia juga membuka peluang untuk kerja sama pengajuan nominasi budaya lainnya dengan negara-negara yang memiliki keterkaitan historis dan budaya. Salah satu usulan potensial adalah pengajuan aksara tradisional seperti aksara Jawa atau aksara Pegon sebagai warisan budaya dunia.
“Saya yakin kerja sama budaya ini masih bisa dikembangkan lebih jauh,” pungkas Fadli Zon.