Maskapai penerbangan berbiaya rendah Jetstar Asia akan menghentikan seluruh operasionalnya pada 31 Juli 2025 mendatang. Keputusan mengejutkan ini diumumkan menyusul kenaikan tajam biaya operasional di Bandara Changi, Singapura, yang menjadi salah satu faktor utama di balik penutupan anak usaha Qantas Airways Ltd. tersebut.
Jetstar Asia Tutup Operasi per 31 Juli, Imbas Kenaikan Biaya di Bandara Changi

Dalam pernyataan resmi yang dikutip dari Bloomberg, CEO Jetstar Group Stephanie Tully menyebut bahwa “biaya meningkat di seluruh ekosistem operasional kami. Biaya bandara adalah bagian dari itu dan berdampak langsung pada bisnis.”
Jetstar Asia yang didirikan pada 2004 hanya mencetak keuntungan dalam enam dari 21 tahun beroperasi. Tahun ini saja, perusahaan diperkirakan menanggung kerugian operasional hingga 35 juta Dolar Australia akibat tekanan biaya dan persaingan yang semakin ketat.
Langkah ini juga akan berdampak besar terhadap para pekerja. Sekitar 500 karyawan Jetstar Asia akan mengalami pemutusan hubungan kerja. Maskapai ini sebelumnya mengoperasikan 13 unit Airbus A320 yang nantinya akan dikembalikan ke Australia dan Selandia Baru. Proses ini disebut akan membuka 100 lapangan kerja baru di wilayah tersebut.
Keputusan ini dinilai strategis bagi Qantas. Dengan penghentian operasi Jetstar Asia, Qantas berpeluang menghemat hingga 500 juta Dolar Australia atau setara 327 juta Dolar Singapura dalam pembiayaan modal. Dana tersebut akan dialihkan untuk mendukung pembaruan armada dan pemesanan hampir 200 pesawat baru, investasi terbesar dalam sejarah maskapai.
CEO Qantas, Vanessa Hudson, kini memfokuskan sumber daya pada lini bisnis domestik Australia yang menjadi kontributor utama pendapatan perusahaan. Fokus ini turut mempercepat konsolidasi aset di kawasan regional.
Jetstar Asia yang 49 persen sahamnya dimiliki oleh Qantas, selama ini mengoperasikan 16 rute intra-Asia. Dengan penutupan ini, Singapore Airlines Group akan menjadi satu-satunya operator maskapai berbasis di Singapura. Sementara itu, beberapa maskapai asing tetap beroperasi dan akan bersaing di rute-rute yang sebelumnya dilayani Jetstar Asia.
Manajemen Bandara Changi mengaku kecewa atas keputusan Jetstar Asia, namun menghormati pertimbangan komersial tersebut.
“Prioritas kami saat ini adalah memastikan penumpang mendapat dukungan dan mengurangi gangguan selama masa transisi,” demikian pernyataan resmi Changi.
Changi juga menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan maskapai lain demi memulihkan konektivitas di empat rute eksklusif Jetstar Asia: Broome (Australia), Labuan Bajo (Indonesia), Okinawa (Jepang), dan Wuxi (China).
Pada puncak kejayaannya, Jetstar Asia menjadi maskapai terbesar ketiga di Bandara Changi setelah Singapore Airlines dan Scoot. Namun per Juni 2025, kapasitas kursi yang ditawarkan hanya menyumbang kurang dari 4 persen dari total kapasitas Changi, sekitar 31.000 kursi per minggu.
Layanan Jetstar Airways dari Australia dan Jetstar Japan ke wilayah Asia akan tetap berjalan normal. Penerbangan Jetstar Asia akan dikurangi secara bertahap sebelum penghentian penuh pada akhir Juli. (***)