Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan larangan keras terhadap organisasi kemasyarakatan (ormas) yang mengenakan atribut, simbol, atau seragam yang menyerupai milik Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), maupun lembaga penegak hukum lainnya seperti Kejaksaan.
Kemendagri Larang Ormas Gunakan Seragam Mirip TNI, Polri, dan Lembaga Penegak Hukum

Pernyataan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum (Dirjen Polpum) Kemendagri, Bahtiar, dalam rapat koordinasi pembentukan Satuan Tugas Terpadu Penanganan Premanisme dan Ormas Bermasalah yang digelar di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, pada Jumat (13/6/2025).
Bahtiar menegaskan bahwa meskipun hak berserikat dan berkumpul dijamin dalam konstitusi, hal itu tetap dibatasi oleh norma hukum yang berlaku. Ia mengacu pada Pasal 59 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas, yang secara tegas melarang penggunaan simbol atau pakaian yang menyerupai institusi negara.
“Hak berserikat itu dilindungi, tapi tidak tanpa batas. Ada regulasi yang harus dipatuhi, termasuk dalam UU Ormas,” ujar Bahtiar.
Menurutnya, penggunaan atribut yang menyerupai aparat negara bukan hanya soal tampilan visual, tetapi menyangkut wibawa institusi, ketertiban umum, dan kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum.
“Tak boleh ada ormas yang tampil seperti polisi atau jaksa. Ini bukan soal gaya, tapi menyangkut kewibawaan dan otoritas negara,” tegasnya.
Bahtiar juga menekankan pentingnya pembentukan satuan tugas (Satgas) terpadu antara pemerintah pusat dan daerah untuk menangani premanisme serta ormas yang dinilai bermasalah. Ia menyerukan agar Satgas ini segera dibentuk dan diberdayakan untuk melakukan pendataan, pengawasan, hingga penertiban terhadap ormas-ormas yang melanggar hukum.
“Ini momentum untuk menata kembali. Pemerintah pusat dan daerah harus bergerak bersama. Satgas penanganan ini wajib segera dibentuk,” tandasnya.
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya menjaga ketertiban masyarakat, serta mencegah potensi penyalahgunaan simbol-simbol negara oleh pihak-pihak yang tidak berwenang.
Kebijakan ini sekaligus menjadi peringatan bagi seluruh ormas agar tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku, serta tidak melakukan tindakan yang dapat mengaburkan otoritas negara di mata publik. (***)