Mark Zuckerberg, CEO Meta, tampaknya semakin mengikuti arahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, menciptakan gelombang ketidakpastian dan ketakutan di kalangan karyawan perusahaan teknologi raksasa tersebut. Langkah-langkah terbaru Zuckerberg, termasuk menghapus pemeriksa fakta di platform seperti Facebook dan Instagram, serta mengubah kebijakan moderasi konten, dianggap sebagai upaya untuk mendekati pemerintahan Trump.
Mark Zuckerberg Ikuti Arahan Trump, Karyawan Meta Kebingungan dan Ketakutan

Keputusan ini muncul setelah Meta dituding membungkam suara-suara sayap kanan di platformnya. Mark Zuckerberg sendiri menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk mengembalikan kebebasan berbicara. Namun, bagi hampir 75.000 karyawan Meta, perubahan ini justru menimbulkan kekhawatiran mendalam tentang masa depan perusahaan.
Perubahan Besar di Meta
Sejak kemenangan Trump dalam pemilihan presiden AS, Zuckerberg disebut semakin bergeser ke arah politik kanan. Pada 6 Februari 2025, Zuckerberg bahkan mengunjungi Gedung Putih untuk membahas bagaimana Meta dapat membantu pemerintahan Trump mempertahankan kepemimpinan teknologi AS di kancah global.
Namun, di balik layar, ketegangan di kantor pusat Meta di Silicon Valley semakin terasa. Perusahaan baru-baru ini melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap ribuan karyawan, termasuk anggota kelompok integritas sipil yang dikenal vokal mengkritik kepemimpinan Zuckerberg.
Pada Januari 2025, Meta mengumumkan rencana memberhentikan 5% dari total tenaga kerjanya, atau sekitar 3.750 karyawan, dengan alasan kinerja yang rendah. PHK ini merupakan bagian dari gelombang perampingan yang telah dilakukan Meta sejak 2022, di mana perusahaan memangkas 21.000 pekerjaan, hampir seperempat dari total tenaga kerjanya.
Karyawan Dibatasi, Kritik Dibungkam
Dikutip Rusdimedia.com dari CNBC, Meta dilaporkan membatasi ruang bagi karyawan untuk menyampaikan kritik. Pegawai yang berani mengkritik kebijakan perusahaan dianggap melakukan hal negatif, yang dapat berdampak pada penilaian kinerja mereka.
“Saya merasa seperti tidak ada lagi ruang untuk menyuarakan pendapat. Jika Anda tidak setuju dengan kebijakan baru, Anda dianggap sebagai masalah,” ujar salah seorang karyawan yang enggan disebutkan namanya.
Program Keberagaman dan Moderasi Konten Dihapus
Perubahan besar lainnya yang terjadi di Meta adalah penghentian program keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI). Selain itu, perusahaan juga melonggarkan pedoman moderasi konten, yang dianggap sebagai langkah untuk memenuhi tuntutan pemerintahan Trump yang menginginkan kebebasan berekspresi yang lebih luas di platform digital.
Dalam pernyataan resminya, Meta mengatakan, “Pada Januari 2025, kami mengumumkan beberapa perubahan pada kebijakan konten dan upaya penegakan hukum kami untuk lebih meningkatkan kebebasan berekspresi di platform kami dan mengurangi penegakan yang berlebihan terhadap beberapa kebijakan konten kami.”
Namun, langkah ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk mantan karyawan yang khawatir bahwa kebijakan baru ini dapat membuka pintu bagi penyebaran misinformasi dan konten berbahaya.
Masa Depan Meta di Bawah Bayang-Bayang Trump
Bagi banyak karyawan Meta, perubahan yang terjadi di perusahaan tidak hanya tentang kebijakan internal, tetapi juga tentang arah perusahaan di bawah kepemimpinan Zuckerberg. Dengan semakin dekatnya Zuckerberg dengan pemerintahan Trump, muncul kekhawatiran bahwa budaya perusahaan yang selama ini dikenal inklusif dan progresif akan berubah drastis.
“Ada rasa ketidakpastian yang mendalam tentang bagaimana budaya Meta akan berubah dalam tahun-tahun mendatang, terutama di masa jabatan kedua Trump,” kata seorang mantan karyawan yang masih berhubungan dengan rekan-rekannya di Meta.
Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Dengan langkah-langkah kontroversial yang diambil Zuckerberg, masa depan Meta tampaknya berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, perusahaan berusaha mempertahankan posisinya sebagai pemimpin teknologi global. Di sisi lain, tekanan politik dan perubahan kebijakan internal dapat mengikis kepercayaan karyawan dan pengguna platform.
Sementara itu, karyawan Meta terus mempertanyakan apakah kebijakan baru ini benar-benar untuk kepentingan perusahaan atau sekadar mengikuti arahan politik dari Gedung Putih. (***)