Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof. Abdul Mu’ti mengingatkan masyarakat untuk lebih bijak dan berhati-hati dalam menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI). Alih-alih mendukung peningkatan kualitas berpikir, ia menilai penggunaan AI saat ini justru memicu perilaku culas, tidak etis, hingga kecenderungan narsistik di kalangan penggunanya.
Mendikdasmen: AI Tak Selalu Cerdaskan Manusia, Justru Picu Perilaku Narsistik dan Tak Etis

“Penggunaan teknologi AI tidak membuat manusia menjadi cerdas, tapi membuat orang menjadi culas,” ujar Prof. Mu’ti dalam pernyataannya yang dikutip pada Rabu (11/6/2025).
Menurutnya, kecenderungan mengejar popularitas atau viralitas telah menggeser nilai-nilai etika dan substansi. “Karena dalam teknologi AI, orang menjadi viral. Yang penting viral, yang penting narsis. Dan ada penyakit yang namanya narsisme,” tambahnya.
Fenomena “No Viral No Justice”
Prof. Mu’ti juga menyinggung tren yang kini banyak disoroti oleh jurnal-jurnal akademik, yakni fenomena yang disebut “no viral no justice.” Istilah ini menggambarkan kecenderungan masyarakat dan bahkan institusi hanya akan menanggapi suatu persoalan jika telah viral di media sosial, bukan karena urgensi atau nilai keadilan dari isu tersebut.
“Jadi artinya, apabila postingan di media sosial tidak viral, maka tidak akan dilakukan tindakan,” jelasnya.
Fenomena ini, lanjutnya, menggambarkan pergeseran cara pandang masyarakat terhadap keadilan, yang kini lebih berbasis pada eksistensi digital daripada pertimbangan substansial.
Dalam paparannya, Prof. Mu’ti memperkenalkan konsep “digital sociality index” yang mengukur tingkat keterhubungan sosial seseorang dalam ruang digital. Ia menilai bahwa saat ini Indonesia tengah mengalami krisis visibilitas digital, di mana interaksi dan respons publik terhadap isu-isu penting lebih ditentukan oleh popularitas di dunia maya.
“Kita mengalami masalah digital visibility ini karena yang terjadi adalah kebiadaban digital,” pungkasnya.
Pernyataan Prof. Mu’ti ini menyoroti dampak sosiologis dan psikologis dari penggunaan teknologi AI dan media sosial yang berkembang pesat, serta menjadi pengingat penting bagi masyarakat agar tidak larut dalam euforia teknologi dan tetap menjunjung etika, keadilan, serta integritas dalam setiap penggunaan digital. (***)