Para ilmuwan telah mengidentifikasi spesies tawon parasit baru yang hidup sekitar 99 juta tahun lalu, di era dinosaurus. Spesies ini memiliki mekanisme unik yang diduga digunakan untuk menjebak serangga lain guna mengasuh larvanya. Fosil tawon ini ditemukan dalam batuan amber di Myanmar dan dinamai Sirenobethylus charybdis.
Fosil Tawon Parasit Berusia 99 Juta Tahun Ungkap Mekanisme Perangkap Unik

Penelitian yang diterbitkan di jurnal BMC Biology mengungkap bahwa tawon ini memiliki struktur menyerupai perangkap Venus flytrap pada bagian perutnya. Para paleontolog percaya bahwa fitur ini digunakan untuk menangkap serangga lain, bukan untuk membunuh, melainkan sebagai tempat bertelur. Serangga yang terperangkap akan menjadi inang bagi telur tawon tersebut, di mana larva yang menetas akan memakan tubuh inang hingga habis.
“Saat pertama kali melihat spesimen ini, saya mengira ada gelembung udara di sekitar fosil, tetapi ternyata ini adalah bagian tubuh tawon itu sendiri,” ujar Dr. Lars Vilhelmsen, kurator di Natural History Museum of Denmark dan salah satu penulis studi.
Vilhelmsen dan timnya dari Capital Normal University, Beijing, menemukan bahwa struktur tersebut dapat bergerak karena ditemukan dalam berbagai posisi di fosil yang berbeda. Dalam beberapa spesimen, bagian bawah perangkap ini terbuka, sementara di spesimen lain tertutup, menunjukkan bahwa fitur ini aktif digunakan untuk menangkap sesuatu.
Mekanisme yang Belum Pernah Ditemukan di Dunia Serangga
Para ilmuwan berusaha mencari analogi dengan spesies serangga modern, tetapi tidak menemukan kesamaan dengan tawon atau serangga lainnya. Justru, struktur ini lebih mirip dengan perangkap tanaman karnivora seperti Venus flytrap.
“Tidak ada spesies tawon modern yang memiliki mekanisme seperti ini. Kami bahkan harus mencari perbandingan di luar dunia hewan, hingga ke tumbuhan, untuk menemukan sesuatu yang mirip,” kata Vilhelmsen.
Meskipun teori ini masih bersifat spekulatif, beberapa ilmuwan meyakini bahwa fitur ini mungkin berfungsi untuk menangkap serangga inang sebelum menyuntikkan telur. Hal ini mirip dengan perilaku tawon parasit modern seperti tawon cuckoo, yang meletakkan telurnya di sarang spesies lain agar larvanya bisa memakan anak-anak inang.
Namun, Phil Barden, ahli serangga dari New Jersey Institute of Technology yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyebut bahwa hipotesis ini masih perlu pembuktian lebih lanjut. “Ada kemungkinan bahwa struktur ini memiliki fungsi lain, seperti mendeteksi mangsa atau bahkan membantu dalam proses transportasi larva,” katanya.
Temuan yang Menantang Etika
Fosil Sirenobethylus charybdis ditemukan di wilayah Kachin, Myanmar, dekat perbatasan dengan China. Wilayah ini dikenal sebagai sumber batuan amber yang mengandung berbagai fosil unik, termasuk ekor dinosaurus, semut purba, dan laba-laba.
Namun, penelitian terhadap fosil dari Myanmar memunculkan dilema etis, terutama setelah kudeta militer di negara tersebut pada 2021. Beberapa ilmuwan telah menyerukan moratorium terhadap penelitian amber dari Myanmar, mengingat kemungkinan adanya eksploitasi manusia dalam proses penggalian.
Meskipun demikian, temuan ini tetap menjadi bukti bahwa dunia serangga purba memiliki keanekaragaman yang jauh lebih luas daripada yang diketahui sebelumnya. “Ini adalah sesuatu yang unik, sesuatu yang tak pernah saya bayangkan akan ditemukan. Ini adalah 10 dari 10 dalam skala penemuan ilmiah,” pungkas Vilhelmsen. (***)