Sekelompok ilmuwan independen asal Amerika Serikat kembali menyoroti situs Durupinar, sebuah formasi geologi unik di selatan Gunung Tendürek, Turki Timur, yang diyakini oleh sebagian orang sebagai lokasi peristirahatan terakhir Bahtera Nabi Nuh. Penelitian yang dilakukan oleh kelompok bernama Noah’s Ark Scan ini menjadi babak baru dalam kontroversi panjang seputar kemungkinan keberadaan kapal legendaris yang disebut dalam Alkitab dan Al-Quran.
Misteri Bahtera Nuh di Turki: Ilmuwan AS Kembali Teliti Situs Durupinar

Durupinar pertama kali dikenal publik pada 1948, namun mulai mendapat perhatian luas sejak 1970-an setelah Ron Wyatt, seorang arkeolog amatir asal AS, secara berani mengklaim bahwa formasi sepanjang 164 meter tersebut adalah sisa-sisa bahtera Nuh. Klaim Wyatt menuai pro dan kontra, terlebih karena ia dikenal kerap mempublikasikan penemuan-penemuan kontroversial, termasuk kota Sodom dan Gomora, jalur penyeberangan Laut Merah, hingga Tabut Perjanjian.
Namun, komunitas ilmiah internasional hingga kini meragukan keabsahan klaim Wyatt. Salah satu suara paling kritis datang dari Joe Zias, pakar dari Otoritas Purbakala Israel. Ia menyebut pernyataan Wyatt sebagai “tidak masuk akal” dan “tanpa dasar ilmiah”, bahkan menyamakannya dengan sensasi tabloid seperti National Enquirer.
“Kami mengetahui klaimnya. Klaim tersebut termasuk dalam kategori sampah yang ditemukan di tabloid,” tegas Zias.
Walau demikian, situs Durupinar terus menarik perhatian peneliti. Tim Wyatt dan kolega dari Turki pernah melakukan survei geofisika pada 1980-an, serta beberapa studi lanjutan di 2010, 2014, dan 2019. Sayangnya, tidak ada satu pun hasil dari penelitian tersebut yang dipublikasikan secara akademik.
Kini, tim Noah’s Ark Scan dari California mencoba mendekati misteri ini dengan lebih hati-hati dan ilmiah. Mereka menggandeng mitra universitas di Turki untuk melakukan serangkaian penelitian non-destruktif, seperti pemindaian radar, pengeboran inti, dan pengambilan sampel tanah.
“Kami tidak terburu-buru melakukan penggalian. Lokasi ini berada di aliran tanah aktif dengan musim dingin ekstrem. Jadi, perlindungan area adalah prioritas utama kami,” ujar perwakilan Noah’s Ark Scan seperti dikutip dari IFL Science.
Mereka menegaskan bahwa keputusan untuk menggali situs baru akan diambil jika ada cukup bukti pendukung dan rencana konservasi yang matang.
Namun, hingga saat ini, mayoritas bukti masih menunjukkan bahwa Durupinar adalah formasi geologi alami, bukan struktur buatan manusia. Bahkan David Fasold, yang dulu bekerja bersama Wyatt, sempat meyakini gundukan itu sebagai kapal, namun belakangan meragukan anggapan tersebut. Pada 1996, Fasold menjadi salah satu penulis makalah ilmiah bertajuk “Bogus ‘Noah’s Ark’ from Turkey Exposed as a Common Geologic Structure” yang dipublikasikan secara resmi dalam jurnal akademik.
Kendati demikian, ketertarikan terhadap Durupinar tidak surut. Masyarakat dan kalangan spiritual masih melihat situs ini sebagai titik penting dari kisah suci yang tertulis dalam kitab-kitab agama. Sementara itu, ilmuwan berharap studi terbaru dapat memberi kejelasan ilmiah, apakah formasi ini benar peninggalan bahtera legendaris atau hanya hasil kerja alam semata.
Penantian Jawaban dari Tanah yang Membisu
Dengan medan yang keras, cuaca ekstrem, dan polemik sejarah panjang, situs Durupinar akan terus menjadi ladang eksplorasi baik bagi keyakinan maupun sains. Publik dunia pun menunggu: apakah gundukan tanah di Gunung Tendürek ini menyimpan jejak sejarah besar umat manusia, atau sekadar mitos yang membatu? (***)