Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menindak kasus korupsi mengalami pembatasan signifikan seiring diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berdasarkan regulasi terbaru ini, KPK tidak lagi dapat menangkap anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN yang terlibat dalam tindak pidana korupsi.
UU BUMN Terbaru Batasi Kewenangan KPK, Direksi dan Komisaris BUMN Tak Lagi Bisa Ditindak

UU Nomor 1 Tahun 2025 yang mulai berlaku sejak 24 Februari 2025 menggantikan UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Salah satu poin kontroversial dalam aturan baru ini terdapat pada Pasal 9G yang menyatakan bahwa “anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN bukan merupakan penyelenggara negara.”
Padahal, menurut ketentuan hukum yang selama ini berlaku, KPK memiliki kewenangan menangani perkara korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Dengan definisi baru ini, praktis KPK tidak dapat lagi memproses kasus korupsi di lingkungan BUMN yang melibatkan unsur-unsur tersebut.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan kajian mendalam atas substansi undang-undang ini, terutama terkait dampaknya terhadap kewenangan lembaga antirasuah.
“Perlu ada kajian, baik itu dari Biro Hukum maupun dari Kedeputian Penindakan, untuk melihat sampai sejauh mana aturan ini akan berdampak terhadap penegakan hukum yang bisa dilakukan di KPK,” ujar Tessa, Senin (6/5/2025).
Ia menegaskan, jika dalam ketentuan yang berlaku saat ini direksi dan komisaris BUMN bukan lagi dikategorikan sebagai penyelenggara negara, maka KPK tidak memiliki dasar hukum untuk menangani mereka.
“Kalau memang saat ini bukan merupakan penyelenggara negara yang bisa ditangani oleh KPK, ya tentu KPK tidak bisa menangani,” pungkasnya.
UU BUMN ini memicu kekhawatiran sejumlah pihak soal potensi pelemahan upaya pemberantasan korupsi di sektor strategis negara. Banyak pengamat hukum dan aktivis antikorupsi mendesak agar dilakukan uji materi terhadap pasal-pasal yang dinilai melemahkan peran KPK dalam pengawasan BUMN. (***)