Universitas Udayana (Unud) diguncang kabar tak sedap setelah seorang mahasiswanya, berinisial SLKDP, diduga melakukan pelecehan seksual melalui penyebaran konten porno hasil rekayasa digital atau deepfake. Kasus ini mencuat ke publik setelah 35 orang yang diduga mahasiswi Unud melaporkan dugaan pelanggaran etik tersebut ke pihak rektorat.
Mahasiswa Unud Diduga Sebar Konten Porno Deepfake, 35 Mahasiswi Melapor ke Rektorat

Modus yang digunakan SLKDP cukup mengkhawatirkan. Ia diduga mencuri foto-foto dari akun Instagram milik para perempuan, lalu mengeditnya menjadi gambar tanpa busana menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) yang terhubung ke bot di platform Telegram.
Investigasi Internal Sedang Berlangsung
Pihak Universitas Udayana telah bergerak cepat. Dalam pernyataan resmi, Ketua Unit Komunikasi Publik Unud, Ni Nyoman Dewi Pascarani, mengonfirmasi bahwa kasus ini sedang dalam proses investigasi oleh tim khusus dari kampus.
“Rektorat dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sedang menginvestigasi kasus dugaan penyalahgunaan teknologi AI oleh seorang mahasiswa dalam bentuk pembuatan dan penyebaran konten tidak pantas,” ujar Pascarani, Jumat (25/4).
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa pihak universitas akan menunggu hasil investigasi dan rekomendasi dari tim sebelum menjatuhkan sanksi kepada terduga pelaku.
Sanksi Menanti, Layanan Akademik Diblokir
SLKDP saat ini tidak diperkenankan mengikuti kegiatan akademik maupun memperoleh layanan administrasi dari kampus. Ia secara resmi dibekukan dari aktivitas perkuliahan hingga proses sidang kode etik selesai.
“Yang bersangkutan tidak diperbolehkan mendapatkan layanan akademik dari perkuliahan dan layanan administrasi lainnya karena sedang menunggu proses sidang kode etik,” jelas Pascarani.
Rektorat Unud juga tengah menunggu pertimbangan dari Dewan Etik Senat Universitas untuk menentukan bentuk sanksi yang tepat, sesuai dengan tata tertib dan kode etik sivitas akademika.
Komitmen Kampus: Perlindungan Korban dan Kepastian Hukum
Dalam pernyataan terpisah, Pascarani menegaskan bahwa Universitas Udayana berkomitmen menangani kasus ini dengan serius. Penanganan dilakukan secara menyeluruh dan mengedepankan prinsip kehati-hatian, perlindungan terhadap korban, serta memastikan adanya kepastian hukum bagi semua pihak.
“Universitas memastikan bahwa proses penanganan sedang berjalan secara serius dan menyeluruh, dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian, perlindungan terhadap korban, serta kepastian hukum,” tegasnya.
Kasus Deepfake dan Ancaman Terhadap Privasi
Fenomena deepfake yang melibatkan AI untuk memanipulasi visual manusia kini menjadi perhatian global. Dalam konteks ini, kasus SLKDP bukan hanya persoalan etik di lingkungan kampus, tetapi juga menyoroti lemahnya perlindungan terhadap data pribadi dan maraknya penyalahgunaan teknologi digital.
Pakar keamanan digital, Ir. Damar Juniarto, menilai bahwa kasus ini menjadi pengingat keras akan pentingnya regulasi dan literasi digital di kalangan anak muda.
“Penyebaran konten deepfake untuk tujuan seksual termasuk bentuk kekerasan digital. Ini tak bisa dianggap remeh. Kampus, pemerintah, dan masyarakat harus bergerak bersama untuk mencegahnya,” ujarnya.
Tuntutan Transparansi dan Keadilan
Kasus ini memantik reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk komunitas mahasiswa dan kelompok pegiat hak perempuan. Banyak pihak mendesak agar proses hukum dan etika di lingkungan Unud dilakukan secara transparan, serta memberikan rasa aman kepada korban.
Beberapa organisasi mahasiswa juga dikabarkan tengah menyusun petisi dan rencana aksi damai sebagai bentuk solidaritas terhadap para korban serta menuntut sistem perlindungan yang lebih kuat di lingkungan kampus. (***)