Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, dijatuhi hukuman 16 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Putusan ini dibacakan dalam sidang yang digelar pada Rabu (18/6/2025).
Mantan Pejabat MA, Zarof Ricar, Divonis 16 Tahun Penjara atas Kasus Suap dan Gratifikasi

Majelis hakim yang dipimpin oleh Rosihan Juhriah Rangkuti menyatakan Zarof terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan permufakatan jahat berupa suap terkait penanganan perkara pembunuhan oleh terpidana Ronald Tannur serta menerima gratifikasi yang berkaitan dengan jabatannya.
“Perbuatan terdakwa menunjukkan sifat serakah karena di masa purnabakti masih melakukan tindak pidana, padahal telah memiliki banyak harta benda,” tegas Hakim Rosihan dalam pembacaan amar putusan.
Zarof Ricar dinyatakan melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Di antaranya Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1), Pasal 12 B, jo Pasal 15, dan jo Pasal 18.
Hakim menyebutkan, tindakan Zarof memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada hakim demi mempengaruhi putusan perkara sangat mencederai integritas lembaga peradilan, khususnya MA.
“Perbuatan terdakwa mencederai nama baik serta menghilangkan kepercayaan masyarakat kepada Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya,” ujar Rosihan.
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah faktor yang memberatkan dan meringankan. Di antara yang memberatkan adalah tindakan Zarof yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi dan merusak citra institusi yudisial.
Sementara itu, hal-hal yang meringankan adalah bahwa Zarof menyesali perbuatannya, belum pernah dihukum, serta masih memiliki tanggungan keluarga.
Hakim juga mempertimbangkan usia terdakwa yang kini menginjak 63 tahun, sehingga menjatuhkan hukuman maksimal 20 tahun dinilai tidak proporsional.
“Pidana 20 tahun berpotensi menjadi pidana seumur hidup secara de facto, mengingat harapan hidup rata-rata di Indonesia adalah 72 tahun,” jelas majelis hakim.
Meski demikian, hakim tidak menutup kemungkinan bahwa Zarof dapat kembali diadili jika muncul perkara baru terkait keterlibatannya dalam tindak pidana korupsi lainnya.
“Sangat mungkin terdakwa diajukan lagi dalam perkara baru,” tutup Rosihan. (***)