Raksasa teknologi Microsoft kembali melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 300 karyawan pada Senin (2/6) waktu setempat. Gelombang PHK ini terjadi hanya berselang beberapa minggu setelah pengumuman pemangkasan 6.000 pegawai—yang tercatat sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah perusahaan dalam beberapa tahun terakhir.
Microsoft Kembali Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Terdampak Imbas Integrasi AI

Kebijakan terbaru ini mencerminkan dinamika industri teknologi yang kini tengah menghadapi tekanan untuk mengefisiensikan biaya, meski di sisi lain terus melakukan investasi besar-besaran di bidang kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI).
“Kami terus menerapkan perubahan organisasi yang diperlukan untuk menempatkan perusahaan pada posisi terbaik demi meraih kesuksesan di pasar yang dinamis,” ujar juru bicara Microsoft seperti dikutip dari Bloomberg.
Divisi Terdampak Masih Misterius
Hingga kini belum ada rincian resmi mengenai divisi atau jabatan yang paling terdampak dalam gelombang PHK kali ini. Namun, dalam pemangkasan sebelumnya, sebagian besar posisi yang terkena adalah insinyur perangkat lunak.
Ironisnya, pekerjaan para insinyur ini belakangan disebut mulai tergantikan oleh teknologi AI internal Microsoft—sebuah perkembangan yang menimbulkan perdebatan mengenai masa depan tenaga kerja di era otomatisasi.
AI: Investasi Strategis atau Ancaman?
Data yang diungkap The Information menyebutkan bahwa lebih dari 40 persen dari total PHK di negara bagian Washington, AS, melibatkan para teknisi. Sebelum diberhentikan, mereka sempat diarahkan untuk mengadopsi alat bantu AI seperti chatbot berbasis OpenAI guna menulis hingga 50 persen dari keseluruhan kode.
Tak lama setelah teknologi tersebut terintegrasi dan menunjukkan efisiensi tinggi, sebagian pekerja justru diberhentikan karena fungsinya dinilai sudah dapat digantikan.
Langkah ini menambah daftar panjang perusahaan teknologi global yang melakukan efisiensi besar-besaran di tengah revolusi AI. Meskipun Microsoft tetap berkomitmen pada pengembangan teknologi canggih, muncul kekhawatiran mengenai nasib tenaga kerja manusia di sektor yang semakin terdigitalisasi. (***)