Menu

Beranda/Hukum/MK Tolak Gugatan Eks ASN BPS, Tegaskan Pemberhentian Pasca-Pidana Bukan Sanksi Ganda

MK Tolak Gugatan Eks ASN BPS, Tegaskan Pemberhentian Pasca-Pidana Bukan Sanksi Ganda

(Diperbarui: 6 Juni 2025)
SW
Ghallaby Zasy
Rusdimedia.com
MK Tolak Gugatan Eks ASN BPS, Tegaskan Pemberhentian Pasca-Pidana Bukan Sanksi Ganda

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang diajukan oleh mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan Pusat Statistik (BPS), Lucky Permana, yang mempersoalkan ketentuan pemberhentian Aparatur Sipil Negara (ASN) setelah menjalani pidana. Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa pemberhentian tidak hormat terhadap ASN yang terbukti melakukan tindak pidana bukanlah bentuk sanksi ganda, melainkan konsekuensi logis atas penyalahgunaan jabatan.

Ad Loading...

“Mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan dalam sidang yang digelar Kamis (5/6/2025).

Permohonan Lucky Permana menyoal norma dalam Pasal 52 ayat (3) huruf i dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang menurutnya tidak seharusnya dijadikan dasar pemberhentian ASN yang telah menjalani hukuman pidana.

Namun, MK menilai bahwa pemberhentian ASN yang terlibat tindak pidana, khususnya yang berkaitan dengan jabatan, merupakan tindakan yang wajar dan sah secara hukum.

“Seorang PNS yang melakukan kejahatan atau tindak pidana, sesungguhnya secara langsung atau tidak langsung telah mengkhianati rakyat,” tegas hakim konstitusi.

MK menekankan bahwa jabatan ASN adalah amanah yang melekat pada kepercayaan publik. Ketika ASN terbukti menyalahgunakan jabatan atau terlibat pidana yang berkaitan dengan jabatannya, maka pemberhentian tidak hormat adalah bentuk pertanggungjawaban moral dan hukum.

Lebih lanjut, majelis hakim menyatakan bahwa permohonan Lucky yang meminta norma itu dihapus justru berpotensi melemahkan penegakan etika dan disiplin ASN.

“Permohonan pemohon tidak tepat untuk dipertimbangkan, karena hal tersebut justru akan melemahkan hakikat penjatuhan sanksi berat berupa pemberhentian tidak hormat,” jelas hakim.

Dalam pertimbangannya, MK juga menolak anggapan bahwa pemberhentian setelah pidana merupakan bentuk hukuman ganda. Mahkamah memandang PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) sebagai sanksi administratif yang menyusul putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap.

“PTDH tersebut merupakan sanksi lanjutan, bukan sanksi ganda. Ini adalah bagian dari mekanisme penegakan disiplin dan etika profesi ASN,” ujar Suhartoyo.

Putusan ini menegaskan komitmen MK dalam menjaga integritas ASN, serta memperkuat ketentuan hukum yang memberikan sanksi tegas kepada aparatur negara yang menyalahgunakan kekuasaan. (***)

Ad Loading...

Bagaimana reaksi Anda?

Tinggalkan Komentar

Ad Loading...