Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Semarang resmi menahan tiga tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip). Penahanan dilakukan setelah berkas perkara dilimpahkan oleh penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah, Kamis (15/5/2025).
Tiga Tersangka Pemerasan Mahasiswa PPDS Anestesi Undip Resmi Ditahan

Ketiga tersangka tersebut adalah Taufik Eko Nugroho, Kaprodi PPDS Anestesiologi, Sri Maryani, staf administrasi, serta Zara Yupita Azra, senior dari korban, Aulia Risma, dokter PPDS yang meninggal dunia dalam kasus yang menyedot perhatian publik ini.
Sekitar pukul 13.00 WIB, ketiganya keluar dari kantor Kejari Kota Semarang dengan mengenakan rompi tahanan berwarna oranye dan dikawal ketat oleh petugas menuju mobil tahanan.
Kepala Kejari Kota Semarang, Candra Saptaji, menyatakan bahwa para tersangka akan ditahan selama 20 hari ke depan untuk kepentingan proses hukum lebih lanjut.
“Untuk dua tersangka akan ditahan di Lapas Perempuan Kelas 2A Semarang, dan satu tersangka lainnya ditahan di Rutan Semarang,” ujar Candra kepada awak media.
Ia menjelaskan bahwa keputusan penahanan didasarkan pada alasan objektif dan subjektif. Secara objektif, para tersangka dijerat pasal-pasal dengan ancaman pidana di atas lima tahun penjara. Sementara alasan subjektif mengacu pada kekhawatiran para tersangka akan melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.
Para tersangka dijerat dengan sejumlah pasal, yakni Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang pemerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, serta Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang perbuatan melawan hukum yang memaksa orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
“Ancaman pidana penjara maksimal dalam kasus ini adalah 9 tahun,” tegas Candra.
Kasus ini mencuat ke publik setelah meninggalnya Aulia Risma, dokter PPDS Anestesi Undip, yang diduga menjadi korban tekanan, intimidasi, dan pemerasan selama menjalani pendidikan profesinya. Kejadian tragis tersebut memicu kecaman luas terhadap budaya kekerasan dan penyalahgunaan wewenang di lingkungan pendidikan kedokteran.
Penyidikan masih terus berlanjut, dan pihak kejaksaan menyatakan akan mengusut tuntas perkara ini hingga ke akar-akarnya. (***)